Margaretamys christinae. Foto diperoleh dari Alessio Mortelliti/Sapienza University Roma |
Inilah Margaretamys christinae. Seperti tiga saudaranya, ia tinggal di alam liar Sulawesi, di sela rapatnya hutan pegunungan Mekongga, tubuhnya kecil dengan ekor berujung putih.
Tikus kecil ini bukan sembarang pengerat. Spesies ini baru ditemukan di wilayah hutan pegunungan Mekongga di Sulawesi Tenggara.
Penemuan spesies Margaretamys christinae, yang merupakan spesies keempat di genus Margaretamys (semuanya adalah hewan endemik Sulawesi), memiliki “implikasi konservasi and geografis” demikian setidaknya menurut Dr. Alessio Mortelliti, seorang peneliti dari Sapienza University di Roma sang penemu spesies ini saat melakukan ekspedisi ke Mekongga mulai Desember 2010 hingga Maret 2011.
“Ekspedisi ini adalah sebuah ekspedisi yang dilakukan di pegunungan Mekongga sejak tahun 1932,” ungkapnya pada Jakarta Globe.
Spesies ini adalah spesies keempat dari genus Margaretamys. Foto diperoleh dari Alessio Mortelliti/ Sapienza University Roma |
Ekspedisi yang didanai oleo Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund, dilakukan untuk mengumpulkan data dari berbagai species yang dideskripsikan oleo seorang peneliti Jerman 80 tahun silam bernama Gerd Heinrich. Kendati tak semua spesies yang dicari berhasil ditemukan, Mortelliti berhasil menemukan spesies tikus baru di ketinggian 1537 meter dari permukaan laut ini.
Dia mengatakan, ada beberapa perbedaan antara spesies baru ini, M. christinae dengan tiga spesies Margaretamys terdahulu -M.beccarii, M. elegans dan M. parvus.
“Bagian ujung belakang bagian ekornya berwarna putih, hal ini berbeda dalam beberapa ciri mendasar dan karakteristik gigi, dan ia memiliki ukuran yang lebih kecil,” jelasnya.
Dan soal namanya? “Spesies ini dinamai sesuai nama kekasih saya Christina, yang berbagi pengalaman bersama saya selama ekspedisi ini berlangsung,” ungkap Mortelliti lebih jauh.
Tulisannya tentang penemuan ini akan diterbitkan dalam edisi berikut dari jurnal Tropical Zoology. Mortelliti menambahkan, penemuan mamalia baru bukan sesuatu yang biasa. “Para peneliti memperkirakan bahwa sekitar 8 hingga 10 juta spesies mamalia masih belum ditemukan,” jelasnya. “Kendati penemuan jenis invertebrata relatif sering terjadi, namun penemuan spesies mamalia adalah sesuatu yang amat jarang.”
Namun ia yakin pegunungan Mekongga masih memiliki berbagai kejutan lain yang belum ditemukan.
“Saya sangat yakin bahwa sangat mungkin beberapa spesies lain yang belum ditemukan masih ada di area ini, termasuk spesies Margaretamys lainnya,” tam bah Mortelliti.
Margaretamys christinae. Foto dieproleh dari Alessio Mortelliti/Sapienza University Roma |
“Semuanya adalah spesies hutan, dan mereka terancam kehilangan habitat. Pegunungan Mekongga terancam penebangan dan ekspansi perkebunan coklat. Pembentukan wilayah hutan lindung akan sangat membantu melindungi spesies endemik yang langka ini,” tambahnya.
Dalam ekspedisi ini, Mortelliti juga menemukan bahwa spesies tupai kerdil (Prosciurillus abstrusus) masih eksis di area ini dan juga merupakan spesies endemik di wilayah Mekongga.
Dia juga menemukan spesimen dari Maxomys dollmani atau tikus berduri Dollman, salah satu dari empat spesies pengerat yang berusaha dicari dalam ekspedisi ini.
“Tiga spesies lainnya mungkin masih belum terdeteksi atau bisa saja sudah punah, penelitian lebih jauh harus dilakukan untuk memastikannya,” ungkap Mortelliti.
Margaretamys christinae adalah spesies baru yang terakhir ditemukan di pegunungan Mekongga. Pada bulan Maret, peneliti Indonesia dan Amerika Serikat memublikasikan spesies tawon raksasa yang dinamai Megalara garuda.